Wednesday, May 21, 2014

-tentang mudik dan perjalanan sore ini-

 Alhamdulillah, sore ini berkesempatan untuk mudik. Ya, Jogja-Magelang dekat memang, tapi momen mudik menjadi momen yang dinanti-nanti. Setelah 3pekan tak mudik.Apa? Baru 3minggu aja udah ngebet banget pengin mudik, begitu kata beberapa teman yang melihat ekspresiku sangat merindukan seisi rumah. Ya, jarak kampus dan rumah yang hanya 2jam perjalanan dengan kendaraan umum seringkali membuat dilema antara mudik atau tetap di Jogja. Tentu jika tak ada agenda, aku pilih mudik saja. Pun kedua malaikat di rumah sudah berpesan: “kalau tidak ada agenda pulang saja”. Bahkan beberapa kali nekat mudik sore hari dan paginya kembali ke jogja lagi, mengingat weekend tak dapat pulang. Ketika malam hari, memohon izin untuk kembali lagi ke Jogja seperti setengah hati restu yang diberikan mereka. Alahmdulillah mencoba melobi dan inshaaAllah sepenuhnya direstui. :’)   “Mudikan” hmm, tak apa. Ada yang perlu di-charge semangatnya di sini sekaligus men-charge semangat diri tentunya. :’)
            Dan terjadi lagi, kesorean. -_- alhasil karena tak ingin kemalaman, aku merepotkan sahabatku sebut saja Sisil, untuk meminta mengantarkan ke terminal jombor mengingat butuh sekitar 30 sampai 45 menit untuk berjalan ke shelter, menunggu bus datang dan perjalanan ke terminal jombor. Teringat saat semester 2 tak hanya 45 menit namun sampai 1,5 jam untuk sampai ke terminal jombor karena saat itu bus yang beroperasi tak sebanyak biasanya. 
            Alhamdulillah sesampai di terminal Jombor langsung disambut bus yang akan berangkat. “Ayo naik mba. Terakhir mba,” kata pak kondektur. “Ayo ukh, bis terakhir ukh,” kata ukh sisil. Akhirnya aku berpamitan dan segera naik ke bus. Tempat duduk sudah penuh dan sudah banyak penumpang yang berdiri juga. Aku berdiri di depan sendiri dekat pintu. 
          Seorang pemuda membiarkan seorang kakek untuk duduk. Sang kakek justru mempersilahkan seorang wanita untuk duduk karena jarak menuju tempat tujuan beliau tidak jauh. Luar biasa. Masih ada pemuda-pemudi baik yang mau memberikan tempat duduknya untuk yang lebih tua. Pun masih ada orang tua baik yang bersedia memberikan tempat duduknya untuk orang lain. 
         Mengamati adik kecil sekitar 5 tahun usianya yang duduk di dekat pintu. Beberapa kali mengamati sepertinya ada yang membuatku tak ingin berhenti mengamatinya. Ibunya yang duduk di sebrang si adik mengingatkan agar si adik berpegangan pada tiang bus dengan langsung mencontohkan. Si adik kembali melepaskan pegangannya karena sedang asyik memandang ke luar. Dengan sabar sang ibu kembali mengingatkan si adik untuk berpegangan dan kali ini langsung menuntun tangan si adik kecil untuk memegang tiang bus. Rangkulan dan teladan nyata memang menggerakkan. Sang adik bertanya pada ibunya dengan beberapa gerakan tangan yang belum ku mengerti maksudnya. Ibunya pun menjawab dengan ramah menggunakan isyarat juga. Percakapan mereka pun terus bergulir. Ah tak ingin berhenti mengamati mereka. Si ibu begitu sabar menjawab pertanyaan dan menanggapi pernyataan si adik. Ternyata adik ini istimewa, pun begitu dengan ibunya yang luar biasa. Ingin berkenalan dengan si adik namun tak tahu harus berkata apa,speechless. Subhanallah. Ibu memang luar biasa, cintanya tak berbatas, apapun kondisi dan sikap anaknya, cintanya begitu luas.
         Alhamdulillah. Allah berikan lisan yang bisa berbicara. Aku tak dapat membayangkan betapa sulitnya berkomunikasi jika seperti si adik kecil tadi. Namun seringkali lisan ini justru menyakiti hati-hati mereka bahkan mengatakan hal-hal yang tak ada manfaatnya. Belajarlah nduk. Syukuri dengan berkata baik, syukuri dengan kata-kata nasihat, syukuri dengan menyampaikan kebaikan.
        Di sisi lain membayangkan sosok ibu, membayangkan bagaimana jika aku berada pada posisi si ibu. Selama ini masih sering ke-riweh-an dengan diri yang belum bisa tenang menghadapi kekurangidealan sesuatu yang sudah direncanakan. Astaghfirullah. Tentu hanya orang-orang yang lapang dan  selalu mengupgrade kesabaran yang Allah berikan kesempatana untuk mendapatkan anugrah istimewa itu. Ya, tentu butuh proses yang panjang sampai si adik tadi mandiri mengurus dirinya. Tentu si ibu akan berlama-lama mengenalkan si adik bahasa. Begitu pula mengenalkan agama dan warna-warni dunia. Ah, si ibu pasti banyak bekalnya ya. Lalu kau bagaimana? Sudah berbekal apa nduk?


Jogja-Magelang, 25 April 2014
Dandelion sederhana yang masih belajar membuka hati, mata dan pikiran

No comments:

Post a Comment